Don't Listen to the Stereo

Yo everyone! Akhirnya hari ini aku punya kesempatan buat nulis lagi disini setelah menyelesaikan ujian tertulisku yang terakhir di Fakultas Kedokteran, menyisakan ujian praktik dan beberapa ujian tetek bengek lainnya yang nggak terlalu berhubungan dengan teori medis. Sebentar lagi sarjana yaaay~ XD

Setelah ujian hari ini berakhir, biasanya kami para mahasiswa pasti pengen langsung pulang dan bersenang-senang dengan segala aktivitas dan keinginan yang terpaksa ditahan selama masa ujian. Namun, keinginan itu terpaksa sedikit kami tunda karena harus mengikuti kuliah tambahan dari dosen yang jauh-jauh datang dari India untuk membagikan ilmunya bagi kami. Bagus sih, cuma... males. :P

Seiring berjalannya kuliah tersebut, aku merasa bahwa isi kuliahnya ternyata cukup menarik. Salah satu hal yang dibahas dalam kuliah tadi adalah mengenai stereotyping dalam dunia kedokteran. Mungkin diantara teman-teman ada yang berpikiran kalau dokter spesialis bedah itu pastinya cowo-cowo yang punya kekuatan dan keterampilan tangan tapi ilmunya agak kurang, atau dokter spesialis penyakit dalam hanya untuk orang-orang yang punya hobi belajar dan berpikir aja. Tapi nyatanya, yang penting dalam menjadi seorang dokter itu bukan itu semua, melainkan kemampuan individu secara pribadilah yang menentukan apa seseorang bisa menjadi seorang dokter yang baik atau tidak. Bukan berarti perempuan tidak bisa menjadi dokter bedah, atau dokter penyakit dalam pasti nggak terampil dalam jahit-menjahit.

Nah, mendengar kuliah ini, aku juga sadar kalau stereotyping itu sering banget terjadi disekitar kita. Sebagai contoh, aku bakal menceritakan sedikit pengalamanku tentang hal ini.

Teman-teman mungkin tahu kalau aku punya hobi untuk cosplay, meskipun hanya kecil-kecilan dan nggak sering kulakukan, kecuali ada event-event besar. Beberapa pihak yang melihat hobiku ini melalui foto-fotoku di Instagram atau media sosial lain, atau yang hanya sekedar mendengar dan melihat melalui teman-temannya, memberikan komentar yang sebenarnya agak aneh menurutku.

"Dokter gila".

Ada juga yang secara halus mengatakan "Kamu itu calon dokter, lho. Nggak aneh ya hobi kayak gini?". Jawabanku juga simple sih, "Apa hubungannya, ya?"

Intinya, hobi cosplay itu dikaitkan dengan statusku sebagai seorang mahasiswa kedokteran dan yang akan menjadi seorang dokter *amin*, yang seakan-akan memberi kesan bahwa mahasiswa kedokteran dan dokter nggak boleh punya hobi cosplay. Kalau kupikir-pikir lagi, "Apa hubungannya?".

Mengaitkan hobi dengan profesi itu sama aja dengan mengatakan "Mahasiswa desain grafis nggak boleh punya hobi masak, atau seorang arsitek nggak boleh punya hobi main musik". Kalau memang seperti itu, lantas profesi apa yang memperbolehkan seseorang untuk terjun dalam dunia cosplay? Fashion design? Make-up artist? Entertainer? Lalu sebagai mahasiswa kedokteran, apa hobi yang "wajar" untukku adalah membaca dan berbakti sosial, seperti dokter yang dituntut untuk selalu memperbaharui ilmunya dan melayani masyarakat?

Tulisan ini nggak bermaksud buat membenarkan diri dan hobiku sendiri, juga nggak bermaksud buat marah dan ngomel-ngomel, tapi lewat tulisan ini aku ingin mencoba menjelaskan bahwa profesi adalah suatu lahan bagi kita untuk mencari nafkah, sedangkan yang namanya hobi hanyalah sampingan, suatu kegiatan yang kita lakukan di sela-sela kesibukan kita dalam dunia profesional, dan ada sebuah garis yang jelas diantara keduanya. Kalau ada yang bisa menjadikan hobinya sebagai lahan pekerjaan, tentunya bakal lebih bagus lagi sih.

Jadi, kalau dokter yang punya hobi cosplay itu namanya dokter gila, mungkin dokter waras itu yang hobinya cuma baca textbook dan ketemu pasien kali, ya? ;)

Cheers. :D

Image courtesy from: https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/ef/0e/08/ef0e08fc43f991fae9d4f7ac613b0dc0.jpg

Comments

Popular Posts