Why Does the Sun Go On Shining?

Yo everyone! Apa kabar semuanya? Beberapa waktu terakhir ini aku cukup direpotkan oleh kebijakan per-koas-an yang mewajibkanku untuk mencari tempat tinggal baru yang lebih dekat dengan rumah sakit tempatku bertugas sekarang, dan inilah dia tulisan pertamaku di lingkungan yang baru! :D

Oke, langsung masuk ke pokok tulisan ini. Kenapa judul tulisannya gitu banget ya? Wah, pasti tulisan galau nih...

Nggak nggak, tulisan ini bukannya mau menyinggung soal akhir dunia kalau kau tak lagi mencintaiku #reference, tapi benar-benar mau membahas apa yang tertulis di judul, yaitu mengapa matahari terus bersinar. 

...

Nggak nggak, bukan mau membahas soal hukum fisika soal pancaran atau pembiasan cahaya dan sejenisnya juga, kok.

Oke, cukup bercandanya. Dalam tulisan ini, aku lebih ingin membahas mengenai esensi dari pertanyaan diatas, yaitu "kenapa menanyakan pertanyaan seperti itu?". Terkadang, pikiran kita dibuat bingung oleh berbagai kejadian, atau orang, disekitar kita yang akhirnya malah membuat kita semakin terganggu karena tidak bisa memahami apa sebenarnya maksud dibalik semua hal tersebut.

Contoh pertanyaan aneh yang terkadang menggangguku itu seperti ini. Teman-teman yang sering menghabiskan waktu di jalanan, baik dengan membawa kendaraan pribadi maupun tidak, mungkin cukup banyak menemukan oknum-oknum yang menggantikan fungsi lampu sign di kendaraan mereka dengan lambaian tangan. Yep, kalau mau belok kanan tangan kanannya melambai disamping kendaraan mereka. Mau belok kiri, ya tangan kirinya yang melambai.

Aku nggak ngerti. Apa mungkin lambaian tangan terlihat lebih jelas daripada lampu yang berkedip? Atau mungkin dianggap nggak akan ada kendaraan lain yang lewat disisi mereka saat melambaikan tangan? Kalau ditanya, jawabannya kurasa nggak akan jauh dari "Gapapa kok, biar lebih kelihatan aja", atau "Gapapa kok, kebiasaan aja".

Contoh lain yang akan kutulis disini baru saja kualami pagi tadi di kantin rumah sakit. Sebelum beraktivitas, aku memulai hariku dengan sepiring mie goreng + sebutir telur ceplok setengah matang. Lalu, aku menambahkan kecap manis membentuk spiral diatas telurku. Karena bentuk telurnya bulat, jadi kecapnya spiral. Gitu deh. 

Tiba-tiba, ada seorang ibu-ibu karyawan rumah sakit yang nyeletuk disampingku. 

"Makan telor kok digambar-gambar sih, Mas?" 

Ibu itu bingung. Aku lebih bingung lagi. 

Nggak tahu harus menjawab apa, akhirnya aku ngasal aja dan bilang "Soalnya dari Bu Put *penjual di kantin* nggak dikasih kecap manis, jadi saya gambarin sendiri deh." 

Ibu itu makin bingung. Apalagi aku. Kami pun melanjutkan sarapan kami masing-masing dalam diam.

Like... what? Aku baru pertama kali ketemu ibu itu, begitu juga dengan dia. Dan hal pertama yang ditanyain beliau adalah soal "Kenapa kecap manis diatas telor ceplok gue motifnya spiral?" Kenapa ibu harus ngomong?? Kenapa ibu harus ngomong soal telor ceplok saya bu kenapa??? Kalau maksudnya adalah sebagai salam pembuka pembicaraan, kurasa metode ini harus dipertanyakan lagi efektifitasnya.

Tapi teman-teman, lewat kejadian diatas aku jadi sadar, bahwa terkadang apa yang kita lakukan pun bisa menimbulkan kebingungan yang sama bagi orang lain. Kalau alasan kita melakukan sesuatu pun belum tentu terpikirkan oleh orang lain. Teman-teman pun mungkin bingung kenapa aku menuangkan kecap manis dalam bentuk spiral diatas telur ceplok-ku.

Jadi kurasa, selama tidak mengganggu, alangkah baiknya kalau kita tidak terlalu banyak memusingkan pertanyaan-pertanyaan, apalagi urusan orang lain yang sebenarnya tidak ada untungnya juga jika kita gali lebih dalam.

Misalnya, kenapa ya judul tulisan ini gitu banget? 

Cheers. :D

Why does the sun go on shining?
Why does the sea rush to shore? - Nina Gordon, The End of The World



Image courtesy from: https://mommyson.files.wordpress.com/2015/06/eab384eb9e80ebb0a53.jpg

Comments

Popular Posts