Perfect Imperfection

Yo everyone! It's BAPERin' time! Hahaha, yep, di tulisan kali ini, aku ingin sedikit membagikan pengalaman yang sayangnya hingga hari ini, terkadang masih bikin baper. Setelah beberapa kali aku membicarakan hal ini dengan teman-temanku, aku sampai ke suatu kesimpulan yang akan kutuliskan disini. Enjoy! 

Meskipun tidak bisa dibilang sering menjalin hubungan resmi dengan seseorang (pacaran), ada beberapa orang yang pernah singgah dan memiliki ruang spesial dalam hatiku. Baik yang resmi, maupun yang nggak. Biar nggak pada bingung, kutegaskan sekali lagi deh. Resmi ataupun nggak.

Buat yang resmi, disaat hubungan kami harus berakhir, ya sudah memang begitulah yang seharusnya terjadi. Entah karena suatu masalah, pertengkaran, atau waktu, atau jarak, atau apapun yang bisa disalahkan. Paling nggak, memang suatu hubungan yang pernah kami mulai waktu itu telah mencapai akhirnya. The End.

Nah, yang menyakitkan adalah yang nggak resmi ini. Hubungan Tanpa Status, Teman Tapi Mesra, terserah bagaimana teman-teman menyebutnya. Nggak pernah kan teman-teman dengar ada yang ngomong "Maukah kamu menjalin hubungan tanpa status denganku?", atau "Ayo kita menjadi teman yang mesra!". 

Lucu kalau ada yang ngomong gitu, dan lebih lucu lagi kalau ada yang mau. Intinya, seperti namanya, nggak ada yang bisa mengikat, atau menjadikan hubungan ini sah. Kalau mau dimulai ya mulai, mau diakhiri ya akhiri aja. Nggak ada yang bisa protes, toh lu bukan siapa-siapa gue, kan? Kita cuma sebatas teman yang lebih dekat dari teman yang lain, nggak lebih.

Kayaknya latar belakang tulisannya udah cukup panjang ya. Sebenarnya aku masih agak ragu buat nulis soal ini, jadi kata-kata pembukanya panjang dan bertele-tele deh. Tapi ya gitu deh... Karena menulis juga merupakan salah satu bentuk pelampiasan pikiran, biarkan aku berekspresi sebebas-bebasnya disini! Dan kembalikan aku ke inti tulisan!

Oke... Dalam kasusku, aku sudah beberapa kali tenggelam dalam hubungan tidak resmi ini. Dekat dengan seorang perempuan, ngobrol bareng, jalan bareng, tapi akhirnya karena satu dan lain hal hubungan ini berakhir begitu saja tanpa kejelasan. Kami nggak lagi ngobrol sesering dulu, atau jalan seperti dulu. Seperti novel yang sudah habis dibaca, dan ditinggal untuk membaca novel yang baru.

Yep, terkadang disaat sudah menemukan emas, aku malah berusaha mencari berlian dan meninggalkan emas itu dibelakang. Setelah tidak berhasil mendapatkan berlian itu, tentulah aku yang melihat kembali ke belakang tidak akan menemukan emas itu disana. Atau yang lebih parah, emas itu masih ada disana, namun tidak lagi sama seperti saat kutinggalkan. Aku meninggalkan emas-ku karena sedikit kerak dan cacatnya, dan mencari berlian yang sempurna tanpa celah. Dimana setelah kejadian itu akhirnya aku sadar, kalau tidak ada berlian yang sempurna tanpa cacat. 

Setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Nggak mungkin aku akan bisa menemukan seseorang dengan kriteria 100% sama seperti yang kuinginkan. Bukan seberapa banyak yang sesuai dengan yang kumau, tapi seberapa banyak toleransi yang akan kuberikan untuk menutupi hal-hal pada dirinya yang tidak sesuai dengan keinginanku. Seberapa banyak yang akan kuberikan untuk mendengarkan setiap ocehannya, bertahan disetiap amarahnya, menemani setiap hari-hari lemahnya, memenuhi setiap tuntutannya.

Dan aku sadar disaat kita benar-benar menyayangi seseorang, hal-hal kecil diatas tidak akan bisa menghalangi kita untuk tetap melakukan yang terbaik untuknya. Cause it's something worth fighting for. Karena setiap orang dianggap sempurna bukan karena tidak bercacat, melainkan justru karena cacat itulah seseorang menjadi sempurna. Suatu ketidaksempurnaan yang sempurna, a perfect imperfection. Tinggal apakah kita mau menerima kecacatan tersebut atau tidak.

Mungkin ada beberapa teman-teman yang pernah mengalami kejadian serupa, semoga apa yang akhirnya berhasil kusadari bisa membantu teman-teman menemukan jawaban untuk hal ini. Sebagai penutup tulisan baper ini, biarkan aku mengutip salah satu kalimat dari sebuah novel yang kubaca belum lama ini:

"Benarkah adanya cacat membuat sesuatu menjadi begitu sempurna? Atau mungkin adanya hasrat yang membuat cacat menjadi tidak terlihat?" - Brama, from the Novel "Joker" by Valiant Budi Prasetyo

Cheers. :)

Image courtesy from: http://studio-7c.com/wp-content/uploads/SocialSharing/Kintsukuroi.jpg



Comments

Popular Posts