Your Memory in April

Yo everyone! "Apaan nih judulnya kenapa April? Ini kan udah bulan Juli!" "Ini kok kayak judul film animasi Jepang? Plagiat yah?!"

Okee, tentang judul tulisan ini... Sebenarnya karena bulan April selalu membawa kenangan khusus buatku. Kenangan tentang seseorang yang pernah punya tempat istimewa di hatiku. Kenangan tentang seseorang yang meninggalkan tempat tersebut 3 tahun lalu. Kenangan tentang seseorang yang membawaku menjadi aku yang sekarang.

Yep, ini tulisan tentang mantan, dan tentang moving on.

Udah jadi hukum alam kalau suatu pertemuan akan berakhir dengan perpisahan. Putus saat pacaran itu adalah salah satu bentuk perpisahan yang datang terlalu cepat. Dan yang namanya putus itu seringkali bukan sesuatu yang patut disyukuri kan? Kecuali kalau emang dalam hubungan yang toxic ya, yang ngga akan kubahas di tulisan ini. :P

Putus itu menyakitkan. Ibaratnya disaat kita udah menemukan istana dalam diri seseorang, tiba-tiba kita dikudeta secara paksa. Hanya dalam beberapa detik, istana yang sudah kita bangun bertahun-tahun dirobohkan oleh monster jahat bernama "Aku mau kita putus". Atau mungkin saudaranya, monster "Mulai sekarang kita temenan aja"? 

Saat itu, aku belum siap kehilangan dia. Aku merasa masih banyak yang bisa diperjuangkan dalam hubungan kami, masih banyak hal yang belum berhasil kami wujudkan bersama. Aku merasa kami masih bisa saling membangun menjadi seorang pribadi yang lebih baik. Tapi biar gimanapun, istana itu udah runtuh dan ngga bisa didirikan kembali sama seperti sedia kala.

Kemudian, aku dipaksa untuk move on. Melangkah maju. Meninggalkan puing-puing dibelakang, sambil menanggung luka atas diriku. Disepanjang jalan itu, lagu yang mengingatkanku akan dia berkumandang. Papan nama restoran tempat pertama kali kami kencan terpampang. Kursi penumpang disebelah pengemudi tempat dia duduk sewaktu kami menghabiskan waktu bersama kini kosong. Secara hiperbola, segala hal di dunia ini terasa bersekongkol buat mempersulit langkah move on-ku.

Singkat cerita, setelah 3 tahun putus, kami udah jarang banget berhubungan sekarang. Saat ini, kami udah menjalani hidup kami masing-masing yang kurasa, lebih baik dibanding saat kami masih bersama dulu. 

Kalau ngeliat foto atau video-videonya lewat di timeline sosial media, aku kadang berpikir kalau saat ini, dia sudah hidup dikelilingi oleh hal-hal yang membuatnya bahagia. Dan mungkin, MUNGKIN, aku memang ngga ada di dalam album kebahagiaannya. 

Bukannya sakit, pikiran seperti itu justru membuatku lega. Seakan-akan, berakhirnya hubungan kami memang sudah diatur untuk sesuatu yang lebih baik bagi kami berdua. Kalau seandainya hubungan kami masih terus berlanjut, belum tentu masing-masing dari kami akan hidup lebih bahagia dari sekarang. 

Banyak yang bilang kecepatan move on itu berbanding lurus dengan rasa sayang terhadap pasangan sewaktu putus. Semakin besar rasa sayang kita, maka proses move on pun akan berlangsung lebih lama. 

Tapi kalau dipikir kembali, mungkin ngga sih kalau kita ngga mau move on itu karena keegoisan kita sendiri? Kita menggunakan tameng kata "sayang" untuk membenarkan diri kita yang sebenarnya hanya takut untuk keluar dari istana yang pernah kita bangun? Kita menggunakan kata "sayang" untuk mengikat diri kita dengan masa lalu, dan menyakiti diri kita sendiri ketika melihat mantan kita sudah membangun istana lain, sembari berharap dia bisa kembali bersama kita.

Kalau beneran "sayang", bukankah akan lebih baik kalau kita bisa merelakan dia untuk mencari kebahagiaan yang baru, meskipun tidak ada tempat untuk kita dalam kebahagiaan itu? 

Cheers. :)


Image courtesy from: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTr3VAAuhysyVamAKXDnQ-omka0AePNbKdqj4mGks0BbjiZRg6IkA

Comments

Popular Posts