Live Another Day



Yo everyone! Setelah sekian lama, akhirnya aku kembali meluangkan waktu untuk menulis disini. Sedikit update mengenai kehidupanku, saat ini aku sedang menjalani program internsip kedokteranku di salah satu kota di provinsi Banten. Program ini berlangsung selama satu tahun, yang berarti pada saat tulisan ini dibuat, aku sudah berada di titik tengahnya.

Selama empat bulan pertama internsipku di puskesmas, kehidupan terasa begitu menyenangkan. Jam kerja yang tidak terlalu panjang, dengan beban yang tidak terlalu berat membuatku merasa berada diatas angin. Aku bisa bekerja sebagai seorang dokter di tempat praktek sesuai dengan yang kuimpikan selama ini. Berkomunikasi dan melayani pasien, menjalin hubungan baik dengan staf puskesmas dan masyarakat sekitar. Mengerjakan hal yang aku sukai di lingkungan yang mendukung memampukanku untuk selalu melakukan yang terbaik terhadap pasien dan orang-orang disekitarku.  

Aku melanjutkan dua bulan berikutnya dengan rotasi di rumah sakit. Seperti yang bisa kita semua bayangkan, rumah sakit memiliki jadwal dan beban kerja yang jauh lebih berat dibanding puskesmas. Pasien yang datang lebih sulit dan beragam, administrasi yang harus diselesaikan juga jauh lebih banyak dan memusingkan. Nggak ada lagi namanya duduk di tempat praktek dengan secangkir kopi hitam sambil menunggu pasien datang.

Selama dua bulan di rumah sakit, rasa jenuh dan lelah mulai menghampiri diriku. Berbagai masalah seakan-akan datang terus menerus. Mulai dari pasien gawat darurat, keluarga pasien yang rewel, atau kertas administrasi yang menumpuk. Belum lagi jaga malam, dan urusan jadwal kerja yang seringkali tidak bisa diajak bekerja sama dengan kehidupan pribadiku.

Beberapa hari ini beban-beban itu terasa semakin menumpuk, dan akhirnya aku kembali menyadari kalau aku bisa sedikit mencurahkannya lewat tulisan ini. Memang dasar kalau lagi ada maunya baru kembali menulis disini hahaha.

Semakin aku pikirkan, aku jadi menyadari kalau yang namanya masalah memang tidak akan pernah ada habisnya. Kalau kuingat-ingat kembali, bahkan kehidupan puskesmas yang kurasa begitu membahagiakan pun nggak lepas dari masalah. Kala itu, aku menganggap jadwal jaga yang hanya sampai jam 9 malam itu begitu merepotkan. Tapi sekarang, setelah merasakan jadwal jaga dari jam 9 malam sampai jam 8 pagi, aku malah bersyukur dan merindukan masalah kecil yang pernah kualami saat di puskesmas dulu.

Jadi sebenarnya, meski roda kehidupan kita saat ini berada diatas pun, akan ada saja hal-hal yang selalu bisa kita anggap sebagai suatu masalah. Setiap fase dalam kehidupan kita punya paket masalahnya masing-masing. Setiap orang juga punya paket masalah yang berbeda-beda, dan toleransi terhadap masalah yang berbeda-beda pula. 

Hanya karena kita pernah mengalami suatu masalah yang lebih buruk tidak menjadikan masalah yang kita alami saat ini lebih tidak berarti dibanding masalah kita sebelumnya. Hanya karena kita pernah mengalami suatu masalah yang lebih buruk tidak menjadikan masalah yang saat ini sedang dialami orang lain lebih tidak berarti baginya.

Misalnya dulu aku pernah melewati masa koas, dimana setelah jaga malam aku masih harus melanjutkan kegiatan per-koas-anku keesokan harinya. Dibandingkan dengan jadwalku sekarang yang mendapat libur setelah jaga malam, tentunya masa-masa koas jauh lebih berat. Tapi aku merasa hal itu nggak menjadikan kehidupan internsipku saat ini lebih ringan sih hahaha. Pikiran bahwa "Ah udah ngelewatin koas pasti bisa lah ngelewatin internsip" nggak membuat keluhanku berkurang sedikitpun, meskipun memang itu membantu menyemangati diriku sendiri.

Contoh lain nih, aku juga sering mengalami hal ini atau bahkan jadi pelaku. Di rumah sakit tempatku internsip saat ini, ada koas yang juga belajar disana. Terkadang, mereka mengeluh ke aku mengenai betapa beratnya kehidupan koas mereka. Emang dasar, aku pernah keceplosan dan menjawab dengan "Gue lebih parah dulu, bla bla bla...". Aku jadi membandingkan apa yang pernah aku alami dengan masalah mereka sekarang, kalau apa yang pernah kulewati dulu lebih berat dan aku lebih hebat dari mereka karena sudah melalui itu semua. Menurutku itu suatu hal yang tidak seharusnya kulakukan sih.

Terkadang kita menganggap kalau kita udah melewati masalah yang lebih menyiksa dari orang lain, dan menganggap kalau beban mereka saat ini nggak ada apa-apanya dibanding kita. Hingga akhirnya kita menciptakan suatu kompetisi nggak berguna untuk mencari siapa yang lebih menderita diantara kita. Padahal kita memamerkan pencapaian kita dalam melewati suatu masalah lho nggak membantu sedikitpun untuk meringankan beban mereka saat ini.

Intinya adalah siapapun kita, hidup kita nggak akan pernah luput dari masalah. Semuanya kembali lagi ke kita masing-masing untuk menentukan standar seberapa mengganggu suatu hal sampai bisa kita anggap sebagai suatu masalah. Standar ini bisa berbeda bagi setiap orang, jadi tentunya nggak bijak kalau kita membanding-bandingkan batas ini dengan diri kita sendiri.

Apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapi masalah-masalah yang seakan tidak pernah berhenti ini? Jawaban yang bisa kutemukan saat ini cukup sederhana.

Live another day.
Hidup satu hari lagi.

Dalam satu hari kita bisa menemukan solusi untuk permasalahan kita. Dalam satu hari kita bisa menemukan harapan baru. Dalam satu hari kita bisa melampaui dinding yang menghalangi kita.

Kalau dalam satu hari kita belum menemukan itu semua, hiduplah untuk satu hari lagi. Terus, tanpa menyerah, dan roda kehidupan kita pasti akan kembali berada diatas suatu saat nanti. Karena dengan melewati semua masalah itu kita bisa menjadi seorang pribadi yang lebih kuat dan dapat dengan bangga berkata pada dunia, "Hei, aku masih bertahan."

Just because someone has had it worse than you doesn't mean that your problems matter less than theirs.

Cheers. :)

Hasil gambar untuk wake up alarm clock

Comments

Popular Posts