When You Count the Passed Dawns

Yo everyone! Ini tulisan pertamaku di tahun baru, lho! *akhirnya* Setelah menyelesaikan masa koasku pada bulan Desember 2017 kemarin, hari-hariku diisi dengan perpindahan dari satu bimbingan ke bimbingan lainnya untuk mempersiapkan ujian kelulusan dari fakultas dan uji kompetensi profesi kedokteran nasional. Saat ini, aku telah menyelesaikan semua ujian itu dan tinggal menunggu pengumuman hasilnya, jadi aku memohon kebaikan hati teman-teman untuk mendoakan yang terbaik bagi ujian kami. Mungkin teman-teman bingung kok setelah lulus S1 aja masih banyak banget ujiannya, ya begitulah sistem yang harus dijalani untuk memastikan kualitas pelayanan kesehatan di negara kita. 

Apa aku lelah?

YA. GUE LELAH BANGET.

Aku berkali-kali mengeluhkan, bahkan menyesali keputusanku memilih jalan ini. Setiap hari hanya diisi dengan belajar dan belajar. Setelah lulus masih harus ujian, internship, dan setelah bekerja pun pasti akan ada tekanan dari senior dan atasan. Apalagi kalau masih ingin melanjutkan ke pendidikan spesialis. Jalannya panjang banget, berliku-liku lagi. Berbatu-batu lagi. Disaat teman-temanku dari jurusan lain sudah bisa hidup mandiri selepas kuliah, disinilah aku bersama langkahku yang masih terhambat oleh sistem. 

Tapi dengan berakhirnya semua kegiatan dan ujianku, saat ini aku punya cukup banyak waktu luang untuk berleha-leha. Belakangan ini, waktu istirahat itu kuisi dengan menyaksikan sebuah drama Jepang tentang dunia medis di salah satu stasiun TV, berjudul Team Batista. Meskipun mungkin lebih tepat disebut sebagai drama misteri, tayangan ini juga sarat dengan elemen-elemen kesehatan karena setting yang dipakai adalah rumah sakit beserta para staf didalamnya. Aku nggak bakal membahas drama ini lebih lanjut dalam tulisanku, but I really recommend this show to everyone who loves mystery genre, especially the ones with medical spices in it.

Melihat berbagai interaksi dalam drama tersebut, baik dokter dengan pasien maupun antar staf rumah sakit membuatku kembali mengingat masa-masa koas dimana aku menghabiskan sebagian besar waktuku di rumah sakit. Saat diskusi dan ujian dengan dokter pembimbing, saat berhadapan langsung dengan kesulitan pasien dan keluarganya, saat fisik dan mental diperas sampai kering. Semuanya terasa begitu familiar, dan memori yang tertimbun oleh nikmatnya liburan kembali muncul ke permukaan. 

Ketika aku menghitung kembali berapa fajar yang telah kulewati hingga detik ini, aku jadi menyadari bahwa meskipun berat, tiap hariku di rumah sakit tidak selalu hanya diisi oleh hal-hal buruk. Saat berbincang santai hingga makan bareng dokter pembimbing, saat mendapat ucapan terima kasih yang tulus dari pasien dan keluarganya, saat bangun tidur setelah jaga malam dimana akhirnya tubuh merasa begitu lega karena mendapat istirahat yang dibutuhkan. Hingga terkadang, meski terdengar gila, aku merindukan itu semua.

Kita semua pasti pernah melewati masa-masa sulit dalam hidup, masa-masa yang membuat kita putus asa dan menyesali semua pilihan yang pernah kita ambil sebelumnya. Masa-masa yang membuat kita berandai-andai tidak berada di tanah yang sedang kita pijak. 

Tapi seperti kata pepatah, badai pasti berlalu. Jika kita berusaha untuk menjalani semuanya dengan baik, suatu saat garis finish itu pasti akan terlihat. Ketika kita menghitung kembali berapa fajar yang telah kita lalui untuk dapat berdiri dengan bangga dibelakang garis finish itu, mungkin ini yang akan terlintas dalam benak kita?

"Hey, it's not that bad, is it?"      

Cheers. :)

Image courtesy from: https://www.google.co.id/search?q=rising+sun&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiS-oGF-NbZAhXMrY8KHX_7AfAQ_AUICigB&biw=1280&bih=589#imgrc=XoB2p6U5QgjOFM:

Comments

Popular Posts