Challenge Day 15: Light in Despair

Yo everyone! Kenangan masa SMA tentunya nggak hanya berisi hal-hal yang menyenangkan. Banyak juga masalah yang tidak diinginkan datang menghampiriku. Beberapa cuma masalah sepele seperti perbedaan pendapat dengan teman atau rasa lelah setelah banyak belajar, hingga ke masalah yang sangat gawat dan mengancam masa depanku, seperti yang akan kuceritakan dalam tulisan kali ini.

Sayang, aku ini bukan termasuk seseorang yang brilian dalam nilai akademis, terutama dalam mata pelajaran yang memerlukan kemampuan berhitung dan logika, yaitu matematika dan fisika. Berhubung sejak kelas X aku sudah bercita-cita untuk menjadi seorang dokter, otomatis pada saat penjurusan di kelas XI, aku memilih jurusan IPA, dimana matematika dan fisika merupakan makanan sehari-hari. Sering nilai-nilai ujian matematika dan fisika-ku berada dibawah standar kelulusan, sehingga memaksaku terjebak dalam program perbaikan matematika dan fisika yang mengharuskan siswa-siswi yang nilainya kurang untuk mengikuti pelajaran tambahan dua kali dalam seminggu.

 Kelas XI merupakan waktu dimana aku sedang aktif-aktifnya dalam kegiatan OSIS, apalagi waktu itu ada event tahunan besar yang melibatkan banyak sekolah se-Jawa Timur. Aku yang waktu itu kurang bisa membagi waktu dan tenaga, akhirnya agak menelantarkan pelajaran, sehingga makin anjloklah nilai-nilaiku.

Puncaknya adalah saat ujian akhir semester di kelas XI. Setelah nilai ujian selesai, diumumkanlah bahwa aku tidak lulus dalam mata pelajaran matematika dan fisika, sehingga harus mengikuti ujian remedial. Waktu itu, sekolah kami menerapkan peraturan bahwa semua siswa yang tidak lulus dalam tiga mata pelajaran harus tinggal kelas. Lho, tapi kan aku cuma kena dua? Belum selesai.

Setiap jurusan memiliki mata pelajaran "kunci", yang semua nilainya harus diatas standar kelulusan. Untuk jurusan IPA, mata pelajaran kunci tersebut adalah matematika, fisika, kimia, dan biologi. Dengan kata lain, jika ada satu saja nilaiku yang tidak lulus dari mata pelajaran kunci tersebut, maka aku akan dinyatakan tidak naik kelas. Bahayanya, aku terkena dua sekaligus.

Berita tersebut sungguh merupakan sebuah pukulan besar bagiku. Aku sempat merasa sedih dan putus asa, merasa mana mungkin aku bisa mengerjakan ujian remedial tersebut dengan baik karena materinya yang begitu sulit.

Yang saat itu membangkitkan semangatku adalah teman-teman sekelasku di kelas XI-IPA2. Mereka dengan sukarela menawarkan untuk mengadakan pelajaran tambahan bagi kami yang remedial. Siswa yang menguasai bidang hitung-hitungan membantu dalam mata pelajaran eksakta, dan yang pintar dalam bahasa membantu dalam mata pelajaran bahasa Inggris dan Mandarin. Dua orang yang kuingat paling banyak mengajariku adalah Yuda dan Angel yang otaknya encer banget buat angka dan logika.

Bantuan mereka nggak berhenti sampai disitu. Satu malam sebelum ujian remedial, teman-teman sekelas dan se-lesku berbaik hati memberikan ucapan semangat dan doa untuk ujian besok melalui SMS. "Semangat ya Kris! Aku yakin kamu bisa!", atau "Kita masuknya bareng, lulusnya harus bareng juga!". Membaca ucapan-ucapan mereka membuatku begitu bahagia karena aku punya teman-teman sebaik ini disekelilingku. Keinginan untuk naik kelas dan nggak menyia-nyiakan kebaikan mereka semua yang udah membantu pun menjadi motivasiku untuk berhasil dalam ujian ini.

Akhirnya, ujian pun selesai, dan aku pulang ke kampung halamanku di Pontianak untuk liburan. Apa aku udah pasti lulus? Belum. Waktu itu, aku menjalani sekitar seminggu pertama liburanku dengan gelisah. Terlebih lagi, ada surat dari sekolah yang ditujukan kepada orang tuaku. Surat tersebut merupakan undangan bagi orang tuaku untuk datang menemui wali kelasku karena nilaiku yang mengkhawatirkan. Tentu saja undangan tersebut nggak dipenuhi oleh orang tuaku.

Beberapa hari kemudian, keluarlah pengumuman yang menyatakan bahwa aku naik ke kelas XII! Terbayarlah sudah semua usahaku dan teman-temanku selama ini. Sampai saat ini, aku nggak bisa melupakan rasa putus asa dan gelisah yang kualami ketika hampir tinggal kelas. Tapi berkat perasaan itu pula, aku jadi bisa mencicipi manisnya keberhasilan yang didapat dari kerja keras.

Buat semua teman-teman XI-IPA2, dan teman-temanku yang memberi dukungan baik secara langsung maupun SMS, saat ini aku dapat bertahan hingga kuliah tahun keempat berkat kalian semua. Kalau nggak ada kalian, mungkin aja saat ini aku baru memasuki tahun ketiga perkuliahan. Thanks a lot, guys.

Cheers. :D

Image courtesy from: http://stlukeaa.org/wp-content/uploads/2014/05/Hands-pulling-up.jpg

Comments

Popular Posts