Challenge Day 9: Phantom of the Opera pt.3

Yo everyone! Gimana tidur teman-teman dua malam ini? Nyenyak? Apa teman-teman sudah memastikan semua cermin dikamar tertutup? Kalau cerita-cerita pengalaman mistisku bisa membuat teman-teman kekurangan tidur, bersiap-siaplah untuk kembali merasa ngantuk besok karena cerita seram ini masih belum akan berakhir. :3

Pengalaman yang akan kubahas hari ini kembali mengambil latar asrama SMA-ku. Teman-teman yang sudah membaca tulisanku kemarin tentu ingat dengan teman sekamarku waktu itu yang bernama Steve. Menurut pengakuannya, Steve ini bisa bersentuhan dengan dunia lain yang berjalan paralel dengan dunia tempat kita hidup sekarang. Dengan kata lain, Steve ini seorang cenayang.

Waktu itu, ada peraturan asrama yang mewajibkan semua penghuni untuk tidur dikamar masing-masing setelah pukul 22:00 WIB. Untuk memastikan aturan ini berjalan, pihak asrama akan mematikan semua lampu di kamar dan koridor asrama, kecuali di kamar mandi dan ruang rekreasi. Lampu ruang rekreasi dinyalakan bagi anak-anak yang ingin melanjutkan kegiatan belajar mereka, dan setelahnya lampu akan dimatikan setelah pukul 23:00.

Ketika itu, aku dan Steve akan menghadapi ujian keesokan harinya, sehingga kami memutuskan untuk belajar hingga waktunya lampu dimatikan. Dua teman sekamar kami yang lain, Rudi dan Dave sudah tidur lebih dulu. Kami pun belajar hingga kira-kira pukul 22:40, lalu berjalan kembali ke kamar kami yang bernomor 38.

Ketika kami sampai di kamar nomor 36, Steve mendadak terpaku, dan membentangkan tangannya untuk menghentikanku. Steve lalu berkata, "Kris, kita jangan ke kamar sekarang deh. Kita balik lagi aja ke ruang rekreasi." Melihat sikap Steve yang aneh, aku hanya mengangguk dan bersamanya kembali ke ruang rekreasi. Aku sudah tahu pasti ada yang nggak beres.

Sesampainya disana, aku menanyakan perihal apa yang menghalangi Steve untuk kembali ke kamar saat itu. Dengan wajah ketakutan dan gemetaran, dia menjawab "Ada cewek pakai baju putih didepan kamar kita. Dan kayaknya, "dia" bukan yang baik." Aku cuma bisa mengangguk, dan berusaha menghilangkan ketakutanku dengan membuka-buka buku pelajaran yang masih kupegang.

10 menit berlalu. Steve yang terus menerus menoleh kearah kamar kami akhirnya memberi sinyal bahwa sudah saatnya kami kembali ke kamar, karena yang "berdiri didepan kamar kami sudah tidak ada". Sedikit lega, kami pun membereskan buku-buku kami dan berjalan kembali kekamar. Tapi, ceritanya tidak berhenti sampai disitu.

Seluruh kamar di asrama kami dipasangi kaca didepan pintunya untuk memungkinkan para pengurus asrama melihat bagian dalam kamar penghuni, dan menertibkan mereka ketika misalnya ada yang masih bermain setelah jam malam atau ada yang pindah ke kamar yang bukan miliknya. Begitu pula kamar nomor 38 kami. Begitu akan membuka pintu, Steve kembali menghalangiku. Katanya, "dia" sudah didalam, dan berdiri ditengah kamar, diantara Rudi dan Dave yang sudah tertidur lelap. Parahnya, menurut Steve, "dia" sedang melihat kami yang berada diluar kamar melalui kaca di pintu tersebut.

Karena keadaan masih belum memungkinkan untuk kembali, kami memutuskan untuk berada selama mungkin diruang rekreasi, yang mana lampunya akan dimatikan 10 menit lagi. Detik-detik penuh teror pun dimulai. Mau menunggu hingga lampu dimatikan, yang berarti kami akan dimarahi oleh petugas asrama jika belum tidur waktu itu, atau mau kembali kekamar dan melawan ketakutan kami?

10 menit berlalu, dan lampu ruang rekreasi pun dipadamkan. Diiringi oleh gelapnya malam, langkah kami yang dipenuhi oleh ketakutan dan kegelisahan membawa kami kembali ke kamar 38 tercinta. Untungnya, kali ini Steve terlihat lega dan langsung menyuruhku masuk kedalam kamar. Katanya, "dia" sudah tidak disini. Tapi tetap saja, apa yang terjadi membuatku nggak bisa tidur dengan tenang malam itu. Karena... aku yang bukan cenayang ini nggak akan tahu kalau seandainya... "dia" ada disampingku saat aku tidur bukan?

Begitu juga kalian. ;)

Cheers. :D




Comments

Popular Posts